Pada tanggal 12 April 1946 atau 10 Jumadil Awwal 1365 H lahirlah seorang anak yang bernama Ahmad Suhaimi bin Hasan bin Muhidin bin Adzim dari seorang ibu yang bernama Rodiah bin Rasimin bin Wala bin Sarbi di Kampung Kedung Dalem, Desa Kedung Dalem, Kec. Mauk, Kab. Tangerang, sebuah desa terpencil di utara Kab. Tangerang yang lebih kurang berada pada jarak 21 KM dari Kota Tangerang, yang nanti beliau akan mendirikan sebuah pesantren di Kota Tangerang yang bernama Pondok Pesantren Darul Ulum dan beliau lebih terkenal dengan sebutan "kyai Eces."
Ketika Apa - sebutan para santri untuk beliau - kecil, sering membantu ayahandanya bertani di sawah sebagai petani penggarap (macul, nandur, babat rami, ngoyos dan mikul padi/petani yang menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi hasil) selama enam tahun dari kelas 1 s.d kelas 6 SR (saat ini setingkat SD). Setelah pulang sekolah dan makan siang, Apa menjemput ayahnya yang berjarak 5 km untuk memikul ubi jalar, karena ayahnya setiap hari berangkat ke daerah Rajeg, Tangerang untuk membeli ubi jalar di kebun orang lain yang kemudian umbi-umbian tersebut akan diolah oleh ibunya untuk dijadikan "jajanan pasar" dan dijual kembali sebagai biaya hidup sehari-hari.
Kemudian, ketika Apa duduk di bangku kelas 6 SR, ayah dan ibunya pindah ke Kampung Gunung, Sasak, Mauk. Di kampung tersebut Apa mulai belajar ilmu al Qur'an dan kitab-kitab kuning di sebuah Pesantren tradisional yang didirikan oleh KH. Musa (Alm) bin Jalim. Dari tempat inilah Apa mulai menempa diri dan belajar mengaji dengan benar-benar, karena Apa yakin bahwa derajat orang berilmu akan diangkat oleh Allah setinggi-tingginya.
Kemudian, Apa yang memiliki jiwa petualang terus-menerus mengembara untuk menuntut ilmu dari satu tempat ke tempat lain, dari satu Pesantren ke Pesantren lain, dari satu Kyai ke Kyai lain. Dimulai dari tempat kediaman KH. Arsyad di Kampung Bojong, Sasak, Mauk, kemudian pada tahun 1960 Apa pergi menuntut ilmu di Pondok Pesantren Salafiyah KH. Muhidin (alm) di Kosambi, Sepatan, Tangerang, Pondok Pesantren Assalam Gerendeng, Tangerang yang saat itu diasuh oleh KH. Abdul Rohim, KH. Rifa'i di Pabuaran Sibang, Tangerang dan saat itulah Apa juga sekolah di SMI (Sekolah Menengah Islam) Al Husna yang terletak di Jalan Ahmad Damyati Tangerang hingag mengikuti ujian UGA (Ujian Guru Agama). Kemudian pada tahun 1965-1966, Apa diangkat menjad PNS di lingkungan Kementerian Agama.
Apa menemukan jodohnya dan menikah pada tahun 1967 dengan seorang gadis bernama Embay Nadiyah binti KH. Muhajar di Kenaiban, Kota Tangerang, yang mana pada saat itu selain menjadi PNS, Apa juga menjadi ustadz yang keliling dari satu surau ke surau lain, dari satu masjid ke masjid lain, mengajar di SD, Madrasah, Majlis Ta'lim dan juga mengajar di almamater Pesantrennya, yakni Ponpes Assalam Gendereng, Kota Tangerang.
Pada tahun 1981, Apa mendapatkan gelar S1 di Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Kota Tangerang, yang mana pada tahun-tahun tersebut Apa walau sudah berkeluarga dan berumah tangga, Apa tetap mengisi bulan Ramadhannya untuk "mesantren kilat" di beberapa Pesantren yang ada seperti di tempat KH. Sanja, Kadu Kaweng - Pandeglang, KH. Hasan Basri (Kang Obay) di Kampung Sawang, Medang Asem, Rengas Dengklok, KH. Muhdi (Alm) di Citeko, Plered - Purwarkarta, KH. Mahmud di Goalpara, Sukabumi hingga akhirnya pada tahun 1983 beliau "mesantren pasaran" tentang ilmu Tauhid di Manonjaya - Tasikmalaya kepada Abah KH. Khoer Affandi.
Pada saat itu, Abah KH. Khoer Affandi pernah bersowan yang maknanya bahwa Abah tidak akan menganggap santri para santrinya jika mereka tidak membangun sebuah pesantren. Kalimat sederhana itulah yang menjadi pemikiran yang sangat dalam bagi Apa, sehingga dengan tekad yang kuat dan restu dari Abah KH. Khoer Affandi beliau mulai membangun sebuah Pesantren di Kampung Rawarotan. Dan hingga saat ini Pesantren itu masih tetap berdiri.
Bagi yang mau membaca biografinya secara lengkap dapat di download di sini
Bagi yang mau membaca biografinya secara lengkap dapat di download di sini
0 komentar:
Posting Komentar